INDONESIA, dengan populasi digital yang masif dan potensi ekonomi digital yang ditaksir terbesar di Asia Tenggara, adalah “raksasa yang terpasung” oleh warisan masalah kronis: ego sektoral yang mengakar sejak lama, mentalitas silo yang membuat kementerian dan lembaga enggan berbagi data, serta pemborosan anggaran akibat duplikasi pengadaan infrastruktur dan perangkat lunak.
Buku ini, Keamanan Siber dan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik, hadir sebagai manifesto strategis yang membongkar akar masalah digitalisasi pemerintahan di Indonesia. Ini bukan sekadar buku teknis, melainkan panggilan untuk membangun kedaulatan digital Indonesia.
Saripati pelajaran berharga dari para pionir global disajikan dengan apik: prinsip Once-Only Estonia yang mengikat secara hukum, kekuatan GovTech Singapura sebagai penjaga arsitektur, dan efisiensi platform terpusat Korea Selatan, untuk memberikan cetak biru bagi orkestrasi nasional kita.
Bukan hanya itu. Buku ini juga mengingatkan ancaman eksistensial di ruang siber, termasuk strategi Harvest Now, Decrypt Later dan bom waktu komputasi kuantum. Begitu pula, peringatan bahwa penundaan transisi menuju Kriptografi Tahan Kuantum menjadi utang kriptografi yang membahayakan keamanan generasi mendatang.
Selain itu dibabar pula upaya Pemerintah untuk mewujudkan birokrasi agar tidak lagi berbelit, efisien, dan transparan melalui Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik. Dengan begitu, kedaulatan digital Indonesia tetap tegak di ruang siber yang telah menjadi medan persaingan geopolitik, geostrategi, dan geoekonomi global.
Sajian penutup berupa rekomendasi konkret—mulai dari penguatan INA Digital, adopsi prinsip Once-Only, hingga peningkatan anggaran keamanan siber—memastikan buku ini sebagai manual strategis yang perlu dibaca oleh para pembuat kebijakan, aparatur sipil, teknolog, akademisi, dan siapa pun yang peduli pada masa depan Indonesia.
ISBN dalam proses.
Reviews
There are no reviews yet.